Kamis, 23 September 2010

SUBAK DI BALI

SUBAK 
Bali kaya akan tradisi Hindu yang penuh dengan ajaran kebajikan dan harmonisasi dengan alam. Dalam tradisi agraris mereka dikenal sistem pengairan atau irigasi subak.
Subak adalah sistem pengelolaan distribusi aliran irigasi pertanian khas masyarakat Bali. Sistem ini sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan terbukti mampu meningkatkan produktifitas pertanian di Bali.

Melalui sistem Subak, para petani memperoleh jatah air sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh musyawarah warga. Secara filosofis, keberadaan Subak merupakan manifestasi dari konsep Tri Hita Karana, yaitu relasi harmonis antara manusia dan Tuhan, manusia dan alam, serta relasi antar sesama manusia. Oleh sebab itu, kegiatan dalam perkumpulan Subak tak hanya meliputi masalah pertanian semata, melainkan juga meliputi masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rejeki yang belimpah.Air, sawah, tanaman padi mempunyai tempat penting dalam sistem subak bahkan dikaitkan dengan aspek religius. Ketiganya berhubungan dengan kuasa Dewi Sri. Oleh karena itu subak tak semata mengatur soal teknis pengaturan air semata, tetapi juga aspek sosial, religius.

Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali.Bertugas mengawasi dan mengelola subak namanya kelian. Kelian ini sifatnya sosial, tidak mendapatkan gaji atau imbalan. Merekalah cagar terdepan dalam pelestarian subak. Apalagi keberadaan subak kian terancam dengan makin banyaknya alih fungsi lahan di Bali. kelian-kelian Subak ini yang akan menjadi saksi bagaimana nasib subak berhadapan dengan era modernisasi.

Pengaturan air ala subak telah diatur dalam semacam undang-undang yang disebut awig-awig. Dalam awig-awig inilah dimuat pokok-pokok aturan subak. Pembagian air disesuaikan dengan keanggotaan petani di subak, ada anggota aktif dan pasif, keduanya mendapat pembagian jatah air yang berbeda. Inilah prinsip keadilan dimana pembagian disesuaikan dengan kontribusi.
Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini.

Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar